Kapal Tongkang Diduga Bermuatan Minyak Ilegal Terbakar di Sungai Parung : Sorotan pada Penegakan Hukum di Sungai Lilin
Muba, bidiksumsel.com – Insiden mengejutkan terjadi di perairan Sungai Parung, Kecamatan Sungai Lilin, pada Selasa (3/12/2024) pukul 08.15 WIB. Sebuah kapal tongkang yang diduga membawa minyak hasil aktivitas illegal drilling terbakar, memunculkan perhatian publik terhadap masalah serius di wilayah ini. Kasus ini mengungkapkan dugaan pembiaran aktivitas ilegal yang telah lama berlangsung tanpa penanganan tegas dari aparat penegak hukum setempat.
Kebakaran kapal tongkang di Sungai Parung menimbulkan kepulan asap tebal yang dapat terlihat dari kejauhan. Saksi mata di lokasi menggambarkan suasana panik saat api melalap kapal yang diduga membawa minyak hasil pengeboran ilegal. Insiden ini tidak hanya memunculkan pertanyaan tentang keselamatan operasional kapal di wilayah tersebut, tetapi juga menyoroti aktivitas illegal drilling yang tampaknya terus berlangsung tanpa kendali.
Penduduk setempat mengaku bahwa aktivitas pengangkutan minyak ilegal melalui jalur perairan bukanlah hal baru. Beberapa warga bahkan menyebut bahwa kegiatan ini telah menjadi “rahasia umum” yang dilakukan dengan bebas tanpa pengawasan ketat.
Menanggapi insiden ini, pihak Polsek Sungai Lilin tampak menghindari tanggung jawab langsung. Kapolsek Sungai Lilin IPTU Jon Kenedi SH, MSi, melalui Kanitreskrim IPTU I Gede Putu Surya Wibawa Putra, mengarahkan semua pertanyaan terkait kejadian tersebut kepada Satuan Polisi Air dan Udara (Polairud).
“Konfirmasi Polairud saja, Mas, untuk TKP di wilayah perairan. Terima kasih,” ujar Kanitreskrim saat dikonfirmasi pada Selasa (3/12/2024).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penegakan hukum di wilayah perairan merupakan tanggung jawab Polairud, sementara pihak Polsek hanya berperan sebagai pendukung.
“Penegakan hukum di perairan itu tanggung jawab Polairud. Kami hanya membantu jika diperlukan,” tambahnya.
Namun, tanggapan ini menimbulkan kritik dari berbagai pihak. Banyak yang menilai sikap Polsek Sungai Lilin menunjukkan kurangnya keseriusan dalam menangani masalah besar yang berada dalam wilayah hukumnya, termasuk aktivitas illegal drilling dan distribusi hasilnya melalui jalur air.
Pernyataan Polsek Sungai Lilin mempertegas pandangan bahwa aktivitas ilegal di wilayah tersebut cenderung diabaikan. Penanganan kasus illegal drilling selama ini dinilai hanya sebatas operasi kecil tanpa solusi jangka panjang.
“Sudah lama aktivitas ini berlangsung. Mereka hanya sibuk ketika ada kejadian besar seperti ini, tetapi setelah itu kembali seperti biasa,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kapal tongkang yang terbakar tersebut juga menimbulkan pertanyaan terkait rantai distribusi minyak ilegal di wilayah ini. Apakah pihak-pihak berwenang tidak mengetahui jalur transportasi minyak ilegal yang sudah sangat jelas? Ataukah ada pembiaran sistematis yang memungkinkan kegiatan ini terus berlangsung?
Fenomena illegal drilling di wilayah Sumatera Selatan, termasuk di Sungai Lilin, bukanlah isu baru. Aktivitas pengeboran ilegal ini kerap menimbulkan dampak lingkungan yang serius, seperti pencemaran tanah dan air, serta risiko kebakaran seperti yang terjadi kali ini.
Meski beberapa kali dilakukan penertiban, para pelaku illegal drilling terus beroperasi dengan berbagai cara. Jalur perairan seperti Sungai Parung menjadi salah satu akses utama untuk mendistribusikan minyak hasil pengeboran ilegal.
“Setiap kali ada razia, mereka hanya berhenti sebentar. Setelah itu, mereka kembali beroperasi seperti biasa. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan,” ungkap seorang aktivis lingkungan.
Penegakan hukum di wilayah perairan memang memiliki tantangan tersendiri. Jalur transportasi yang luas dan sulit dijangkau membuat pengawasan membutuhkan sumber daya lebih besar. Namun, banyak pihak mendesak agar Polsek Sungai Lilin dan Polairud meningkatkan koordinasi untuk memastikan aktivitas ilegal seperti ini tidak lagi terjadi.
Beberapa pengamat menilai bahwa aparat penegak hukum perlu lebih proaktif, tidak hanya menunggu laporan masyarakat atau insiden besar. Kolaborasi antara berbagai instansi, termasuk kepolisian darat, Polairud, dan pemerintah daerah, sangat diperlukan untuk menutup celah yang memungkinkan aktivitas ilegal terus berlangsung.
Insiden kebakaran kapal tongkang ini seharusnya menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan lebih tegas. Tidak hanya fokus pada kasus kebakaran, tetapi juga pada akar masalah yang memungkinkan illegal drilling berkembang pesat di wilayah ini.
“Jika tidak segera ditindaklanjuti, aktivitas seperti ini hanya akan menimbulkan lebih banyak kerugian, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan,” kata seorang pakar keamanan energi. (ari)