Home Palembang Politik Lebih Kejam dari Pembunuhan : Alasan Heri Amalindo Mundur dari Pencalonan...

Politik Lebih Kejam dari Pembunuhan : Alasan Heri Amalindo Mundur dari Pencalonan Gubernur

fhoto : bidiksumsel.com/dkd

Kemunduran Heri Amalindo dari Pencalonan Gubernur Sumsel 2024 : Dinamika Politik yang Memicu Pertanyaan

Palembang, bidiksumsel.com – Menjelang pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilkada Sumatera Selatan (Sumsel) 2024, publik dikejutkan oleh keputusan tak terduga dari Heri Amalindo, salah satu bakal calon Gubernur Sumsel yang cukup diunggulkan.

Pengunduran diri Heri Amalindo dari kontestasi politik ini meninggalkan tanda tanya besar di benak masyarakat Sumsel, terutama karena keputusan tersebut disampaikan melalui media massa, disertai permintaan maaf yang mendalam dari Heri kepada para pendukungnya.

Menyusul pengumuman tersebut, Ketua Tim Pemenangan Relawan Pro Herlindo Juang Sumsel, Fitriana, yang akrab disapa Pingky, segera menggelar konferensi pers di Posko Pemenangan Relawan Pro Herlindo Juang pada Kamis, 29 Agustus 2024. Ditemani oleh Ketua DPW Rampas Setia 08, Verdy Zander SE, serta para relawan, Fitriana mengungkapkan kekecewaan dan rasa frustrasi yang dirasakan timnya atas situasi politik yang tidak menguntungkan bagi Heri Amalindo.

“Politik itu ternyata bisa lebih kejam dari pembunuhan, dan itulah yang kami rasakan saat ini,” ujar Fitriana dengan nada getir.

Ia menambahkan bahwa sistem Pilkada serentak 2024 ini sangat tidak dinamis dan terkesan aneh. Meskipun Heri Amalindo selama ini telah menunjukkan dedikasi dan loyalitas yang luar biasa sebagai kader partai, serta berkontribusi banyak dalam berbagai aspek untuk partainya, hal itu tampaknya belum cukup untuk menyelamatkannya dari kondisi politik yang membelit.

Fitriana juga menekankan bahwa Heri Amalindo bukanlah sosok yang mundur karena kekurangan materi, ketidakmampuan bersaing, atau karena tidak menepati janji kepada masyarakat.

“Alasan Heri mundur lebih pada kondisi politik yang tidak sehat, di mana kepentingan-kepentingan pribadi dan permainan politik yang tidak harmonis semakin menonjol,” tegasnya.

Lebih lanjut, Pingky mengungkapkan bahwa meskipun timnya telah bersikap jujur dan terbuka dalam setiap langkah politik, para elit partai tampaknya tidak dapat membedakan antara calon yang benar-benar potensial dan yang tidak. Ini adalah salah satu faktor yang membuat keputusan mundur tersebut menjadi tidak terelakkan.

Ia menggambarkan bagaimana partai-partai besar maupun kecil saat ini tidak lagi beroperasi dengan harmonis, dan sering kali kepentingan pribadi mendominasi di atas kepentingan umum, terutama di tengah suasana Pilkada serentak yang kian memanas.

“Semua ini adalah bagian dari dinamika politik,” kata Fitriana, sambil berusaha menenangkan para pendukung Heri Amalindo dan Popo Ali yang merasa kecewa dan kecil hati atas keputusan tersebut.

Ia menyadari bahwa baik para pejabat maupun petinggi politik memiliki agenda masing-masing yang terkadang sangat merugikan calon pemimpin yang memiliki potensi besar untuk membawa perubahan.

Fitriana juga menjelaskan bahwa keputusan untuk mundur dari pencalonan ini bukanlah hal yang mudah. Namun, dengan kondisi politik yang semakin tidak sehat dan kepentingan pribadi yang kian menguat, Heri Amalindo dan timnya merasa lebih baik untuk menarik diri dan kembali fokus pada aktivitas bisnis yang selama ini juga menjadi bagian dari kehidupan mereka.

Di akhir konferensi pers, Pingky menyampaikan harapannya kepada masyarakat Sumsel. Ia berharap bahwa siapapun yang terpilih sebagai pemimpin Sumsel nantinya, akan benar-benar memperjuangkan kepentingan masyarakat, terutama mereka yang berasal dari kalangan bawah dan membutuhkan perhatian lebih.

“Kami berharap pemimpin yang terpilih nanti dapat menjadi sosok yang adil dan peduli terhadap semua lapisan masyarakat,” katanya dengan penuh harapan.

Selain itu, Fitriana juga menekankan pentingnya seorang pemimpin yang mampu membawa perubahan signifikan bagi Kota Palembang. Ia berharap bahwa pemimpin masa depan Palembang tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

“Kami berharap Palembang bisa menjadi kota metropolitan yang maju dan sejahtera, di mana semua warganya dapat hidup dengan lebih baik,” tutupnya.

Keputusan Heri Amalindo untuk mundur dari pencalonan Gubernur Sumsel 2024 bukanlah sebuah keputusan yang diambil secara mendadak. Seperti yang dijelaskan oleh Pingky, situasi politik di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan, sering kali diwarnai oleh intrik dan kepentingan pribadi yang dapat memengaruhi arah dan hasil sebuah kontestasi politik.

Sistem Pilkada serentak yang diberlakukan pada tahun 2024 ini, meskipun bertujuan untuk menyederhanakan proses pemilihan, ternyata membawa dinamika tersendiri yang tidak selalu menguntungkan bagi setiap calon.

Bagi Heri Amalindo, yang telah mengabdikan dirinya sebagai kader partai dan berjuang keras untuk meraih dukungan, kenyataan pahit ini menunjukkan bahwa terkadang kerja keras dan dedikasi tidak cukup untuk memenangkan permainan politik yang semakin kompleks.

Meskipun ia telah membuktikan diri sebagai calon yang potensial dengan berbagai prestasi dan pencapaian, tetap saja politik memiliki sisi gelapnya yang tidak dapat dihindari.

Dalam konteks ini, keputusan Heri Amalindo untuk mundur dapat dipahami sebagai langkah yang realistis. Daripada terus terjebak dalam permainan politik yang kotor dan tidak sehat, ia memilih untuk mundur dan fokus pada hal-hal yang lebih bermanfaat dan konstruktif.

Namun, mundurnya Heri Amalindo tentu saja meninggalkan celah besar dalam peta politik Sumatera Selatan, yang kini harus diisi oleh calon-calon lain yang siap bersaing dalam Pilkada 2024. (dkd)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here