Home Palembang RSMH Palembang Luncurkan Crisis Center : Harapan Baru untuk Korban Kekerasan Perempuan...

RSMH Palembang Luncurkan Crisis Center : Harapan Baru untuk Korban Kekerasan Perempuan dan Anak!

fhoto : bidiksumsel.com/dkd

RSMH Palembang Resmikan Unit Khusus Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak, Siap Jadi Teladan di Sumatera Selatan

Palembang, bidiksumsel.com – Sebagai rumah sakit rujukan utama di wilayah Sumatera Bagian Selatan (SumBagsel), Rumah Sakit Umum Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang terus memperluas jangkauan layanan kesehatannya, tidak hanya terbatas pada perawatan fisik tetapi juga mencakup penanganan masalah sosial yang semakin mendesak.

Pada Kamis, 22 Agustus 2024, RSMH Palembang meluncurkan unit baru yang diberi nama “Women and Children Crisis Center” (WCCC), yang didedikasikan untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Peresmian unit ini dihadiri langsung oleh Penjabat (Pj) Ketua PKK Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Melza Elen Setiadi, yang turut didampingi oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sumsel, Fitriana S.Sos., M.Si.

Dalam sambutannya, Melza menyampaikan apresiasinya kepada RSMH Palembang atas inisiatif tersebut. Ia menekankan bahwa kehadiran WCCC merupakan langkah penting dalam memberikan perlindungan dan penanganan hukum terhadap korban kekerasan yang sering kali merasa terisolasi dan takut untuk melapor.

“Kami sangat mengapresiasi inisiatif RSMH Palembang ini. Dengan adanya Women and Children Crisis Center, kita dapat memberikan dukungan lebih bagi korban kekerasan, baik dari sisi hukum maupun medis,” ujar Melza.

Ia juga menambahkan bahwa sering kali korban kekerasan, khususnya dalam lingkup rumah tangga, tidak berani melapor karena berbagai alasan, termasuk ketakutan akan stigma sosial dan kurangnya dukungan. Dengan adanya unit ini, Melza berharap para korban akan merasa lebih berani untuk melapor dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

Melza juga menekankan pentingnya pendidikan agama dalam rumah tangga sebagai upaya preventif untuk mencegah kekerasan. Menurutnya, pembinaan keluarga yang kuat dan berlandaskan nilai-nilai agama sejak dini sangat krusial untuk membentuk rumah tangga yang harmonis.

“Berumah tangga itu harus ada ilmunya, termasuk bagaimana membina keluarga yang sehat secara mental dan fisik. Ini bukan tentang menunda pernikahan, tetapi memastikan kesiapan mental dan fisik sebelum memulai kehidupan berkeluarga,” tambahnya.

Fitriana S.Sos., M.Si, Kepala DP3A Provinsi Sumsel, turut menggarisbawahi tantangan yang dihadapi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurutnya, banyak kasus yang tidak terlaporkan karena korban merasa takut atau malu untuk mengungkapkan apa yang mereka alami.

“Kami sudah memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang melayani perlindungan bagi perempuan dan anak, serta layanan call center 129 yang bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan unit Perlindungan Anak dan Perempuan (Renakta) Polda Sumsel,” ujarnya.

Fitriana juga mengajak masyarakat yang mengalami atau mengetahui kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk segera melapor.

“Jangan takut melapor. Kami akan melakukan pendampingan dari segi hukum hingga psikologis. Kasus kekerasan terhadap wanita dan anak ini seperti fenomena gunung es, banyak yang tidak terlihat, tetapi siap meledak kapan saja,” ujarnya dengan nada serius.

Menurut Fitriana, sebagian besar kasus KDRT yang terjadi disebabkan oleh ketidaksiapan mental pasangan dalam menjalani kehidupan berumah tangga, termasuk pernikahan dini. “Pernikahan di usia dini sering kali berujung pada masalah karena pasangan belum siap secara mental, fisik, maupun ekonomi,” tambahnya.

Direktur Utama RSMH Palembang, dr. Siti Khalimah SpKJ MARS, mengungkapkan bahwa sebelumnya rumah sakit sudah memiliki layanan untuk perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Namun, belum ada satu unit khusus yang fokus pada penanganan kekerasan ini secara terpadu.

“RSMH sebagai rumah sakit rujukan nasional mendirikan unit Women and Children Crisis Center ini khusus untuk melayani korban kekerasan, terutama perempuan dan anak-anak. Namun, kami juga membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk menjalankan unit ini secara efektif,” ungkap dr. Siti Khalimah.

Di tempat yang sama, dr. Nur Adibah, Sp.FM, yang menjabat sebagai Ketua Tim Crisis Center RSMH sekaligus Kepala Instalasi Forensik RSMH, menjelaskan bahwa unit ini dirancang untuk memberikan pendampingan menyeluruh bagi para korban kekerasan, terutama yang terkait dengan KDRT.

“Dengan adanya Women and Children Crisis Center ini, kami ingin para korban tahu bahwa mereka tidak sendirian. Kami ada di sini untuk mendampingi mereka, baik secara medis maupun psikologis,” jelasnya.

Dr. Adibah juga mengimbau para korban untuk segera melapor, baik dengan datang langsung ke RSMH maupun melalui call center. Ia menegaskan pentingnya pelaporan sesegera mungkin agar tindakan medis seperti visum dapat dilakukan dengan efektif.

“Jangan tunggu terlalu lama, karena jika lebih dari satu minggu, visum akan lebih sulit dilakukan. Kami siap membantu segera setelah laporan diterima,” tegasnya.

Lebih lanjut, dr. Adibah mengungkapkan bahwa RSMH tidak bisa bekerja sendirian dalam menyelesaikan kasus-kasus ini. Diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, kepolisian, dinas kesehatan, dan masyarakat luas, khususnya di wilayah SumBagsel.

“Kami juga berharap unit crisis center ini bisa menjadi contoh bagi provinsi-provinsi lain. Setiap rumah sakit seharusnya memiliki unit seperti ini,” tambahnya.

Meskipun layanan di unit ini saat ini belum ditanggung oleh BPJS, RSMH sudah merencanakan kerja sama dengan Dinas PPA, Baznas, dan organisasi-organisasi yang peduli untuk meringankan beban biaya korban.

Selain itu, dr. Adibah juga mendorong pembentukan komunitas Pentahelix yang melibatkan akademisi, pebisnis, komunitas, pemerintah, dan media untuk membantu mengatasi masalah ini secara menyeluruh.

“Kami akan segera membentuk komunitas ini agar penanganan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa dilakukan secara lebih komprehensif,” ujar dr. Adibah.

Ia juga menambahkan bahwa selama ini pihaknya telah menangani berbagai kasus kekerasan, termasuk trauma kimiawi, tusukan, pencabulan anak, hingga kasus depresi berat akibat KDRT. Semua ini, menurutnya, menjadi tantangan besar yang harus dihadapi bersama. (dkd)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here