Blokade Warga Gagalkan Pengukuran Ulang Sengketa Tanah di Lorong Perjuangan Palembang
Palembang, bidiksumsel.com – Rencana pengukuran ulang batas tanah di Lorong Perjuangan 1, Jalan Pertahanan, Kelurahan 16 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II Palembang, batal dilakukan pada Kamis (09/01/2025). Pengukuran ini dihentikan setelah warga RT 73 Kelurahan 16 Ulu memblokade jalan secara kompak, menolak kehadiran petugas dari Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang.
Aksi ini dipicu oleh sengketa lahan antara ahli waris Ratna Juwita dan Tjik Maimunah yang hingga kini belum menemukan titik terang. Sengketa tanah tersebut bermula dari laporan Ratna Juwita ke Unit 2 Subdit Harda Polda Sumsel, dengan Tjik Maimunah sebagai pihak terlapor. Namun, warga setempat yang merasa telah membeli lahan tersebut dari Tjik Maimunah sejak 2015 menolak pengukuran ulang, mengklaim telah memiliki Sertifikat Hak Milik maupun Surat Pengakuan Hak atas tanah tersebut.
Ketegangan mulai terasa saat petugas juru ukur dari Kantor BPN tiba di lokasi. Warga yang sudah memblokade jalan menyatakan keberatan atas rencana pengukuran ulang. Mereka mengaku lelah dengan permasalahan sengketa tanah yang terus berlarut-larut tanpa solusi.
“Masalah ini sudah membuat warga resah. Kami merasa dirugikan karena tanah ini kami beli secara sah dari Tjik Maimunah, lengkap dengan akta notaris,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Personel kepolisian dari Polrestabes Palembang dan Polda Sumsel turut hadir di lokasi untuk mengamankan situasi. Meskipun demikian, sempat terjadi ketegangan antara kedua belah pihak yang bersengketa.
Titis Rachmawati, SH, MH, kuasa hukum Tjik Maimunah, menyebut bahwa rencana pengukuran ulang oleh Ratna Juwita telah menimbulkan keresahan di kalangan warga. Menurutnya, pengukuran ulang ini tidak seharusnya dilakukan mengingat kliennya telah memiliki dokumen resmi atas tanah tersebut.
“Tanah ini sudah lama dibeli oleh Tjik Maimunah dengan akta notaris Zulkifli Sitompul. Tidak pernah ada pemecahan tanah atau proses leveling. Warga di sini sudah capek dengan masalah ini,” jelas Titis, didampingi Bayu Prasetya, SH, MH, di lokasi sengketa.
Titis juga menyoroti keabsahan dokumen yang dimiliki Ratna Juwita. Ia menyatakan bahwa AJB (Akta Jual Beli) tanah yang dimiliki Ratna diduga memiliki ketidaksesuaian, terutama terkait lokasi tanah yang disebut berada di Kelurahan 8 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, sedangkan tanah yang disengketakan berada di Kelurahan 16 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu II.
Di sisi lain, Ratna Juwita bersikeras bahwa dirinya adalah pemilik sah tanah tersebut. Ia menyebutkan bahwa berbagai upaya hukum yang dilakukan pihak Tjik Maimunah untuk membatalkan kepemilikannya telah ditolak di semua tingkatan pengadilan.
“Ibu Titis sudah mengajukan gugatan perdata, tapi ditolak. Dia juga menggugat sertifikat saya melalui PTUN hingga ke tingkat kasasi, tapi semuanya ditolak,” ujar Ratna.
Ratna mengaku telah melewati proses hukum panjang untuk mempertahankan haknya. Ia berharap sengketa ini segera berakhir dan rencana pengukuran ulang bisa terealisasi.
Ketegangan yang terjadi di lokasi membuat staf pengukuran dari Kantor ATR/BPN Kota Palembang, Boma, memutuskan untuk menghentikan pengukuran ulang. Keputusan ini diambil demi menjaga situasi tetap kondusif.
“Kami mengambil keputusan untuk mengurungkan pelaksanaan pengukuran hari ini dengan mempertimbangkan situasi yang tidak kondusif,” jelas Boma di lokasi.
Penghentian ini menandai belum berakhirnya sengketa lahan yang telah berlangsung hampir satu dekade. Kedua belah pihak masih harus menempuh jalan panjang untuk mencapai penyelesaian yang adil dan damai.
Blokade yang dilakukan warga menunjukkan betapa kompleks dan emosionalnya sengketa tanah di kawasan tersebut. Kejadian ini juga mencerminkan perlunya penanganan yang lebih baik dalam menyelesaikan perselisihan tanah, terutama melalui pendekatan hukum yang jelas dan mediasi yang efektif.
Dengan batalnya pengukuran ulang ini, baik Ratna Juwita maupun Tjik Maimunah diharapkan dapat segera mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan sengketa ini tanpa merugikan pihak-pihak yang terlibat, termasuk warga setempat. (Bd)