Home Sumsel Muba Kepala Desa Terancam Penjara! Ini Bahaya Politik Praktis di Pilkada 2024

Kepala Desa Terancam Penjara! Ini Bahaya Politik Praktis di Pilkada 2024

fhoto : net

Pemilihan Serentak 2024 : Menegakkan Netralitas Kepala Desa dalam Politik Praktis

Muba, bidiksumsel.com – Pemilihan serentak yang akan berlangsung pada 2024 merupakan salah satu bentuk nyata dari kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin terbaik bagi daerah masing-masing. Dalam sistem demokrasi, pemilihan kepala daerah (Pilkada) memainkan peran krusial dalam membangun tata kelola pemerintahan yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Namun, di tengah hiruk-pikuk persiapan Pilkada dan pemilihan umum, muncul isu yang sangat penting terkait dengan keterlibatan kepala desa dalam politik praktis. Fenomena ini memicu banyak perdebatan dan perhatian publik, mengingat peran sentral kepala desa dalam masyarakat.

Sebagai pemimpin pemerintahan di tingkat desa, kepala desa memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap dinamika sosial dan politik di wilayahnya. Oleh karena itu, keterlibatan kepala desa dalam tim sukses atau pasangan calon (paslon) sering kali dipandang sebagai ancaman terhadap prinsip netralitas dalam proses demokrasi.

Meski demikian, masih banyak kepala desa yang memilih untuk terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam aktivitas politik praktis. Hal ini menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat serta melahirkan berbagai persepsi negatif terkait objektivitas kepala desa dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan di desa.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, yang telah beberapa kali diubah hingga menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, secara tegas mengatur tentang larangan keterlibatan kepala desa dalam politik praktis, baik dalam Pilkada maupun pemilu.

Pasal 70 ayat (1) huruf c mengatur bahwa pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau perangkat desa dalam kegiatan kampanye politik. Selain itu, Pasal 71 ayat (1) menyebutkan bahwa kepala desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Larangan ini dimaksudkan untuk menjaga independensi kepala desa sebagai pemimpin lokal yang harus mengutamakan kepentingan seluruh warga tanpa diskriminasi.

Sanksi bagi kepala desa yang terbukti melanggar aturan ini juga telah dijelaskan dalam Pasal 188 undang-undang yang sama, di mana kepala desa yang terlibat dalam politik praktis dapat dipidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan, serta dikenakan denda yang berkisar antara Rp600.000 hingga Rp6.000.000.

Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga mempertegas aturan mengenai netralitas kepala desa dalam politik. Pasal 29 huruf g melarang kepala desa untuk menjadi pengurus partai politik, sementara Pasal 29 huruf j melarang kepala desa untuk terlibat dalam kampanye pemilihan umum atau Pilkada. Begitu pula dengan perangkat desa, yang juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 huruf g dan huruf j.

Meski aturan yang melarang keterlibatan kepala desa dalam politik praktis sudah jelas, realitas di lapangan sering kali berbicara sebaliknya. Fenomena kepala desa yang aktif dalam mendukung salah satu pasangan calon atau bahkan menjadi bagian dari tim sukses bukanlah hal yang jarang ditemukan, terutama menjelang pemilihan serentak. Fenomena ini memicu kekhawatiran banyak pihak, terutama terkait dengan potensi penyalahgunaan wewenang kepala desa untuk mempengaruhi hasil pemilu.

Riyansyah Putra SH, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), turut memberikan pandangannya terkait isu ini. Dalam wawancara yang berlangsung pada Rabu, 17 September 2024, Riyansyah menegaskan bahwa keterlibatan kepala desa dalam politik praktis bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

“Aparatur desa ini dilarang untuk melakukan politik praktis saat berlangsungnya tahun politik. Sanksi dapat dijatuhkan kepada mereka yang terbukti terlibat,” tegasnya.

Lebih lanjut, Riyansyah menjelaskan bahwa partisipasi kepala desa dalam politik praktis dapat mengganggu pelaksanaan pemerintahan di desa. “Keterlibatan kepala desa dalam politik praktis dapat menyebabkan konflik antara perangkat desa dan masyarakat, yang pada akhirnya akan berdampak pada terganggunya pelayanan publik di desa,” ungkapnya.

Seiring dengan semakin dekatnya Pilkada dan pemilu 2024, peran kepala desa sebagai pemimpin di tingkat lokal menjadi semakin penting. Netralitas kepala desa dalam politik sangat diperlukan untuk menjaga keharmonisan dan stabilitas di desa. Kepala desa diharapkan dapat berfokus pada tugas-tugas pemerintahan yang mendukung pembangunan desa, bukan malah terjebak dalam persaingan politik.

Sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala desa diharuskan untuk bersikap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis. Kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik, serta tidak diperkenankan untuk ikut serta dalam kampanye atau menjadi bagian dari tim sukses.

Keterlibatan dalam politik praktis dapat membawa dampak buruk tidak hanya bagi kepala desa itu sendiri, tetapi juga bagi seluruh warga desa yang dipimpinnya.

Riyansyah pun menghimbau para kepala desa untuk mematuhi aturan yang ada dan menjaga profesionalitas dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.

“Kepala desa memiliki tanggung jawab besar dalam mengatur jalannya pemerintahan desa dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, mereka harus menjauhi politik praktis untuk menghindari potensi konflik dan sanksi hukum yang sudah diatur dalam undang-undang,” pungkas Riyansyah.

Pemilihan serentak 2024 menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia, dan peran kepala desa dalam menjaga netralitas sangat krusial. Keterlibatan kepala desa dalam politik praktis bukan hanya merugikan proses demokrasi, tetapi juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa.

Oleh karena itu, diperlukan komitmen dari semua pihak, terutama para kepala desa, untuk mematuhi aturan yang ada dan menjaga integritas mereka sebagai pemimpin lokal yang mengutamakan kepentingan bersama. (ari)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here