
Palembang, bidiksumsel.com – Seorang warga bernama Salim Muhammad (33) mempertanyakan keputusan Lurah Bukit Baru berinisial EE yang diduga menerbitkan surat sporadik di atas sebidang tanah yang saat ini masih dalam status sengketa. Tanah tersebut terletak di Jalan Tanjung Barangan, Lorong Adikarya, Kelurahan Bukit Baru, Kecamatan IB I Palembang.
Salim mengungkapkan, pada Agustus 2024 dirinya membeli lahan seluas 7.650 meter persegi dari Nanang Sri. Ia meyakini bahwa tanah tersebut sah berdasarkan alas hak Surat Penguasaan Hak (SPH) tahun 1978 atas nama Dul Halim, yang kemudian dijual kepada Nanang Sri pada 1984.
“Saya beli tanah tersebut dengan alas hak SPH 1978 atas nama Dul Halim. Informasi itu saya dapat dari cucu almarhum, Lani,” ujar Salim saat ditemui wartawan, Senin (27/10/2025).
Sebelum melakukan pembelian, Salim mengaku telah mengecek keabsahan dokumen ke Kantor Kecamatan Ilir Barat I. Dari hasil pengecekan itu, SPH atas nama Dul Halim dinyatakan memang terdaftar secara resmi.
Namun, ia menyebut pihak kecamatan tidak dapat menunjukkan dokumen secara utuh karena arsip SPH telah rusak dimakan rayap.
“Atas dasar itu saya membeli tanah tersebut,” tegasnya.
Belum genap satu bulan setelah pembelian, muncul seorang perempuan bernama Nila Asnawati yang mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya. Persoalan ini kemudian berlanjut dan hingga kini masih ditangani oleh pihak Polrestabes Palembang.
“Sampai sekarang masih berstatus sengketa,” kata Salim.
Banner BPN Muncul, Nama Pemilik Berbeda
Kejadian makin pelik ketika pada tahun 2025 Salim terkejut dengan terpasangnya banner resmi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang di atas lahannya. Banner tersebut menyatakan akan dilakukan penerbitan peta bidang dan SHM atas nama Fathur Rakhman, bukan atas nama dirinya.
Curiga, Salim pun menelusuri dasar pemasangan banner itu. Ia mendapati bahwa BPN hanya memproses berdasarkan surat sporadik yang diteken Lurah EE.
“Setelah saya selidiki, pemasangan banner dari BPN tersebut atas dasar penerbitan sporadik yang ditandatangani oleh Lurah Bukit Baru,” bebernya.
Diduga Menabrak Aturan : Tanah Sengketa Tidak Boleh Diterbitkan Sporadik
Salim menilai, keputusan Lurah EE menerbitkan sporadik sangat janggal. Ia menegaskan lurah mengetahui tanah tersebut tengah bersengketa, sehingga semestinya tidak boleh ada penerbitan dokumen administrasi dalam bentuk apa pun sebelum persoalan hukum tuntas.
“Seharusnya surat sporadik belum boleh ditandatangani karena lahan ini bersengketa. Kok malah diterbitkan? Ada apa ini?” tegasnya.
Salim menduga ada indikasi permainan dan menyatakan akan menempuh jalur hukum, baik terhadap pihak lurah maupun oknum lain yang berupaya mensertifikatkan tanah yang belum memiliki kepastian hukum.
Ia meminta aparat penegak hukum dan juga BPN Kota Palembang untuk profesional dalam memproses administrasi pertanahan serta tidak memihak salah satu pihak yang sedang berperkara.
“Saya hanya ingin keadilan. Hak saya dilindungi. Jangan sampai pemerintah justru melegalkan penyerobotan,” ucapnya.
Salim berharap polisi segera menyelesaikan proses penyelidikan sengketa agar tidak menimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat. (Bd)



