Beranda Nasional Dari Narapidana Teroris Jadi Teknisi AC : Kisah Perjalanan Hidup 40 Eks...

Dari Narapidana Teroris Jadi Teknisi AC : Kisah Perjalanan Hidup 40 Eks Napiter

fhoto : ist

Dari Deradikalisasi ke Reintegrasi : Saat Obeng dan Kunci Pas Gantikan Ideologi Kekerasan

Palembang, bidiksumsel.com – Siang itu, deru mesin AC terdengar di halaman Sentra Budi Perkasa, Jalan Sosial No. 441 KM 5, Kecamatan Sukarami, Palembang. Namun, yang lebih menarik perhatian bukan sekadar suara alat teknik, melainkan siapa yang memegangnya : 40 mantan narapidana teroris yang kini berseragam teknisi, memulai babak baru kehidupan mereka.

Setelah mengikrarkan diri kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mengakui Pancasila sebagai dasar negara, para eks anggota Jamaah Islamiyah dari Sumatera Selatan, Riau, Jambi, dan Sumatera Barat ini memilih jalur damai. Mereka meninggalkan jalan kekerasan dan kini memegang obeng dan kunci pas bukan senjata.

Pelatihan yang berlangsung sejak Selasa (20/5/2025) ini diselenggarakan atas kolaborasi antara PT Astra, Kementerian Sosial RI, dan Densus 88 Antiteror Polri, sebagai bagian dari proses reintegrasi sosial yang menjadi tahap akhir dari program deradikalisasi.

Menurut Brigjen Pol Arif Makhfudiharto, Direktur Identifikasi dan Sosialisasi Densus 88 AT Polri, kegiatan ini merupakan perwujudan konkret dari tahapan deradikalisasi, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.

“Pelatihan ini adalah bagian dari reintegrasi sosial. Kami ingin mereka (eks Napiter) kembali dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Setidaknya bagi diri sendiri dan keluarga,” ujarnya.

Arif menyebut, program deradikalisasi memiliki empat tahap: penilaian (profiling), rehabilitasi, edukasi, dan reintegrasi sosial. Dari keempat tahap ini, reintegrasi adalah yang paling krusial, karena menjadi tolak ukur sejauh mana mantan pelaku terorisme bisa diterima kembali oleh masyarakat dan membangun kehidupan baru.

Dari Penjara ke Bengkel AC

Abdurrahman Taif, salah satu peserta pelatihan, tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. Ia adalah mantan narapidana teroris yang bebas sejak tahun 2015, dan kini berusaha keras membangkitkan ekonomi keluarga yang sempat terpuruk.

“AC sekarang bukan barang mewah lagi. Semua orang pakai. Jadi saya pikir, ini peluang besar buat kami,” katanya.

Setelah bebas, Abdurrahman sempat mencoba berbagai usaha dari berjualan kuliner, membuka jasa terapi bekam, hingga laundry. Namun, semuanya tak cukup stabil. Ekonomi keluarga terus diuji. Hingga akhirnya, kesempatan pelatihan teknisi AC ini datang sebagai harapan baru.

“Kami kesulitan ekonomi sejak keluar dari penjara. Latihan ini sangat membantu,” tuturnya, penuh harap.

Pelatihan teknisi AC ini dirancang untuk memberikan keterampilan nyata yang dapat langsung diterapkan di lapangan. Tak hanya teori, peserta juga dilibatkan dalam praktik langsung, mulai dari pembongkaran unit, instalasi, hingga perawatan dan perbaikan AC. Semua peserta difasilitasi oleh instruktur profesional yang bekerja sama dengan PT Astra.

Pelatihan ini bukan hanya soal keterampilan teknis. Lebih dari itu, ini tentang pemulihan harga diri, rekonstruksi identitas, dan pembuktian bahwa masa lalu bukan akhir dari segalanya.

Kepala Sentra Budi Perkasa Palembang, dalam kesempatan tersebut menyatakan bahwa pihaknya membuka ruang seluas-luasnya bagi eks Napiter untuk belajar, bekerja, dan bangkit kembali.

“Kita mendukung proses reintegrasi sosial secara utuh. Mereka bukan lagi narapidana, melainkan bagian dari masyarakat yang memiliki hak untuk hidup layak,” ujarnya.

Program ini pun dipuji oleh berbagai kalangan, terutama karena melibatkan sektor swasta seperti PT Astra, yang menyediakan sumber daya pelatihan, peralatan, hingga peluang kerja.

Kisah 40 eks Napiter ini menjadi bukti bahwa rekonsiliasi dan perubahan itu mungkin. Negara, melalui pendekatan yang humanis, membuka pintu. Namun, yang lebih penting adalah mereka sendiri yang memilih untuk masuk dan mulai menata kembali masa depan.

Pelatihan teknisi AC hanyalah satu langkah kecil, namun penuh makna. Karena dari ruangan kecil penuh alat pendingin inilah, panasnya dendam dan ideologi kekerasan mulai didinginkan oleh harapan baru.

Dan mungkin, bagi Abdurrahman serta rekan-rekannya, ini bukan sekadar pelatihan, ini adalah kesempatan kedua dalam hidup. (dkd)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here