Beranda Palembang Dekannya Sendiri yang Diduga Aniaya! Kasus Pemukulan Mahasiswa UMP Masuk Babak Baru

Dekannya Sendiri yang Diduga Aniaya! Kasus Pemukulan Mahasiswa UMP Masuk Babak Baru

fhoto : bidiksumsel.com/bd

Kekerasan Akademik di Balik Meja Dekan? Kasus Dugaan Penganiayaan Mahasiswa oleh Dekan UMP Memasuki Babak Baru

Palembang, bidiksumsel.com – Sebuah kasus hukum yang mengusik kenyamanan dunia akademik kini kembali mencuat ke permukaan. Seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP), Irfansyah Dwi Putra (22), melaporkan atasannya sendiri, sang Dekan, Dr. Abdul Hamid Usman, atas dugaan tindak pidana penganiayaan dan pengancaman, setelah insiden yang terjadi pada 9 Desember 2024.

Kini, hampir lima bulan sejak laporan polisi pertama kali dibuat, perkara tersebut telah memasuki tahap penyidikan. Proses hukum pun berlanjut ke tahap gelar perkara, yang digelar di Polrestabes Palembang, Rabu (7/5/2025). Sementara sebelumnya, pihak penyidik Polsek Seberang Ulu (SU) II Palembang telah menggelar rekonstruksi dengan memeragakan 15 adegan penting, termasuk puncak kejadian penarikan kerah baju korban yang diduga dilakukan oleh sang Dekan.

Menurut keterangan dari tim kuasa hukum korban, yang terdiri dari Joni Ardiansyah SH, Lani Novriansyah SH, M Fitri SH, dan Febian Yustisiano SH, insiden tersebut berawal dari kedatangan Irfansyah dan dua rekannya ke ruang Dekan untuk meminta tanda tangan SK kepengurusan organisasi mahasiswa Mapala Brimpals.

Alih-alih mendapat respons administratif, Irfansyah justru mendapatkan perlakuan kasar. Dalam rekonstruksi, adegan ke-8 menjadi titik krusial: di mana kerah baju korban ditarik hingga lehernya terasa sakit. Selain kekerasan fisik, korban juga mengaku mendapat ancaman akan dikeluarkan dari universitas.

“Di dalam ruangan itu hanya ada empat orang: korban, terlapor, dan dua saksi. Saksi dari pihak terlapor justru tidak ada di tempat saat kejadian, dan baru datang setelah insiden,” tegas Joni, usai menghadiri gelar perkara.

Fakta bahwa perkara ini telah naik ke tingkat penyidikan menjadi penanda bahwa unsur pidana dianggap cukup kuat untuk ditindaklanjuti. Namun hingga saat ini, status Dekan UMP belum juga ditetapkan sebagai tersangka.

“Untuk menetapkan tersangka sebetulnya tidak sulit. Apalagi terlapor hanya satu dan sudah ada bukti permulaan yang cukup,” ujar Joni, menegaskan harapannya terhadap kecepatan kinerja penyidik.

Gelar perkara yang dilaksanakan di ruang Satres Narkoba Polrestabes Palembang itu menjadi momen krusial bagi pihak pelapor untuk menegaskan tuntutan: agar status tersangka segera ditetapkan dan perkara ini tidak menguap begitu saja seperti banyak kasus kekerasan di ranah akademik yang tidak tersentuh hukum.

Di sisi lain, kuasa hukum terlapor, Dr Suharyono M Hadiwiyono SH MH, menyatakan bahwa versi kliennya telah disampaikan dan dijadikan dasar rekonstruksi. Ia juga menyampaikan bahwa terlapor tidak hadir secara langsung dalam rekonstruksi, dan perannya diperagakan oleh anggota kepolisian.

“Kita tidak mau beropini, yang penting rekontruksi sesuai dengan keterangan dari klien kami,” ujarnya singkat.

Namun absennya terlapor dalam rekonstruksi memunculkan tanda tanya. Apakah ini bentuk kehati-hatian, atau upaya menjauh dari fakta-fakta lapangan?

Kasus ini menyentuh aspek yang lebih luas dari sekadar insiden kekerasan fisik. Ia menimbulkan kekhawatiran tentang kekuasaan struktural dalam dunia pendidikan, di mana relasi antara dosen dan mahasiswa bisa dimanfaatkan secara represif.

Lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi mahasiswa, bukan arena kekerasan terselubung. Jika tuduhan terhadap Dekan FH UMP terbukti, maka ini akan menjadi preseden buruk dan mencoreng nama baik institusi.

Di sisi lain, jika tuduhan ini ternyata tidak berdasar, maka reputasi seorang akademisi senior juga sedang dipertaruhkan. Dalam titik inilah objektivitas penyidikan dan profesionalisme kepolisian benar-benar diuji.

Hingga berita ini diturunkan, penyidik Polsek SU II belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait status hukum terlapor. Namun, dengan gelar perkara yang telah dilakukan, dan adanya bukti visual dari rekonstruksi, desakan untuk segera menetapkan status tersangka mulai menguat.

Tim kuasa hukum pelapor menyatakan akan terus mengawal proses hukum ini hingga tuntas. “Kami hanya ingin keadilan ditegakkan,” tegas Joni Ardiansyah. (Bd)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here