Beranda Sumsel Muba Potensi Korupsi di Balik Participating Interest Blok Rimau? Ini Temuan Mengejutkan!

Potensi Korupsi di Balik Participating Interest Blok Rimau? Ini Temuan Mengejutkan!

fhoto : ist

Bocoran Laporan Keuangan Petro Muba Ungkap Dugaan Masalah Serius, Rp14,4 Miliar Dana PI Blok Rimau Belum Ditagih

Palembang, bidiksumsel.com – Jagat media sosial Sumatera Selatan dalam beberapa hari terakhir dihebohkan dengan bocoran dokumen laporan keuangan PT Petro Muba Holding untuk tahun buku 2023. Bocoran ini mengungkap sederet kejanggalan serius yang berpotensi berdampak hukum berat, terutama terkait pengelolaan Participating Interest (PI) Blok Rimau dan kondisi keuangan perusahaan daerah andalan Kabupaten Musi Banyuasin itu. Selasa, 29 April 2025.

Dari bocoran laporan keuangan konsolidasian tersebut, tercatat bahwa PT Petro Muba membukukan pendapatan penjualan minyak sekitar Rp1,045 triliun dengan beban pembelian minyak sebesar Rp986 miliar. Ini menghasilkan pendapatan kotor sekitar Rp59 miliar, atau hanya sekitar 5,6 persen margin kotor sebelum dipotong beban produksi, administrasi, pajak, dan kewajiban lain.

Margin tipis ini memunculkan tanda tanya besar : apakah rasio pendapatan kotor sebesar 5,6% cukup untuk memenuhi seluruh kewajiban Petro Muba, termasuk membayar pajak yang lazim dikenakan atas penjualan minyak mentah sebesar 7%? Siapa yang bertanggung jawab atas kewajiban pajak ini, Petro Muba sebagai penjual, atau Pertamina sebagai pembeli? Pertanyaan ini menyoroti potensi masalah dalam pengelolaan keuangan dan ketidakjelasan struktur transaksi bisnis Petro Muba.

Tak hanya itu, sorotan paling tajam mengarah pada temuan tentang piutang Participating Interest (PI) dari Blok Rimau. Tercatat bahwa ada tagihan sebesar Rp14,4 miliar dari PT Exspan Nusantara yang seharusnya menjadi bagian hak PT Petro Muba, namun hingga kini belum ditagihkan ke PDPDE/SEG (PT Sumsel Energi Gemilang) BUMD milik Provinsi Sumsel yang seharusnya membayar.

Potensi Pelanggaran Hukum

Analisis terhadap data ini menunjukkan potensi pelanggaran serius terhadap berbagai peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, dana hasil PI 10% yang menjadi hak daerah harus dikelola secara transparan, akuntabel, dan ditempatkan dalam rekening khusus. Namun dalam temuan BPK, justru tidak ada pemisahan rekening yang memadai, memperbesar risiko pelanggaran prinsip tata kelola.

Selain itu, dari perspektif hukum pidana, terutama UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kondisi ini bisa mengarah pada dugaan korupsi. Unsur penyalahgunaan wewenang dan merugikan keuangan negara/daerah bisa terpenuhi jika ada unsur kelalaian atau kesengajaan dalam penagihan dan pengelolaan dana PI tersebut.

Jika terbukti, ancaman hukuman tidak main-main : pidana minimal 4 tahun hingga seumur hidup, denda hingga Rp1 miliar, bahkan potensi penyitaan aset dan pencabutan hak politik para pelakunya.

K-MAKI : Tanggung Jawab Besar di Tangan Bupati Toha

Menanggapi hal ini, Deputi K-MAKI Sumsel, Feri Kurniawan mengatakan, Bupati Muba, H. M. Toha menghadapi PR besar untuk menyelesaikan masalah ini. Selain berpotensi menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor migas, polemik ini juga mengancam kredibilitas pemerintah daerah dalam mengelola aset rakyat.

“Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, risiko audit investigatif oleh lembaga seperti BPKP atau bahkan KPK semakin besar. Tidak hanya penagihan Rp14,4 miliar, tetapi seluruh struktur bisnis dan transaksi keuangan Petro Muba dan anak usahanya berpotensi disisir untuk mencari potensi kerugian negara lainnya,” jelas Feri.

Dokumen bocoran itu juga kata Feri, mengungkap indikasi bahwa sebagian besar anak perusahaan Petro Muba Holding justru mencatatkan kerugian, menjadi beban keuangan Holding secara keseluruhan. Ada juga dugaan pajak tangguhan dan kelebihan bayar pajak di salah satu anak usaha yang nilainya mencapai lebih dari Rp10 miliar.

“Hal ini semakin memperkuat kesan bahwa pengelolaan Petro Muba perlu dievaluasi total. Sebagai perusahaan daerah yang seharusnya menjadi motor PAD, Petro Muba justru terancam menjadi sumber masalah fiskal baru bagi Kabupaten Musi Banyuasin,” pungkasnya.

Lebih jauh lagi, persoalan ini menyentuh aspek moralitas pejabat publik. Dana PI adalah hak rakyat, bagian dari hasil bumi yang seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah. Ketidakjelasan pengelolaan dana ini tidak hanya berpotensi merugikan keuangan daerah, tetapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan BUMD.

Sementara, hingga berita ini ditayangkan, PT Petro Muba dan PT SEG belum memberikan keterangan resmi.

Jika tidak segera ditindaklanjuti dengan serius, potensi gejolak sosial dan tuntutan publik bisa membesar. Sebab, dalam era keterbukaan informasi saat ini, masyarakat semakin sadar dan kritis terhadap pengelolaan sumber daya publik. (rd)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here