Rekonstruksi Panas di Polsek SU II : 15 Adegan Ungkap Dugaan Penganiayaan Mahasiswa oleh Dekan UMP
Palembang, bidiksumsel.com — Kasus dugaan penganiayaan dan pengancaman yang menyeret nama Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP), Dr Abdul Hamid Usman, terhadap mahasiswanya sendiri, kini memasuki babak baru. Rekonstruksi kejadian dilakukan oleh penyidik Polsek Seberang Ulu II Palembang, Jumat sore, guna mengungkap fakta hukum secara terang benderang.
Peristiwa yang dilaporkan terjadi pada 9 Desember 2024 lalu, melibatkan Irfansyah Dwi Putra (22), mahasiswa Fakultas Hukum, sebagai korban. Ia mengadukan sang dekan karena diduga telah melakukan penarikan kerah baju hingga menyebabkan rasa sakit pada leher, serta pengancaman untuk dikeluarkan dari kampus, saat korban hanya ingin meminta persetujuan SK kepengurusan organisasi Mapala Brimpals.
15 Adegan yang Menguak Kronologi
Dalam rekontruksi yang digelar di Mapolsek SU II, terungkap ada 15 adegan yang diperagakan oleh para pihak yang terlibat. Menariknya, meski dekan sebagai terlapor tidak hadir langsung, perannya diperagakan oleh anggota kepolisian, sementara korban dan saksi memerankan diri masing-masing.
Adegan paling krusial terjadi pada adegan ke-8, di mana korban memperagakan saat kerah bajunya ditarik secara kasar oleh dekan, hingga menimbulkan rasa sakit di bagian leher. Hal ini memperkuat substansi laporan yang telah lebih dulu disampaikan oleh korban ke pihak kepolisian.
Kuasa hukum korban, yakni Joni Ardiansyah SH, Lani Nopriansyah SH, M Fitri SH, dan Febianyustisiano SH, hadir langsung untuk menyaksikan jalannya rekontruksi. Mereka menekankan pentingnya proses ini sebagai dasar penyusunan berkas perkara yang transparan dan obyektif.
“Kami berharap agar perkara ini berjalan sebagaimana mestinya. Penanganan harus profesional dan objektif. Rekonstruksi ini penting untuk mengurai kebenaran secara adil,” ujar Joni.
Ia juga menegaskan, laporan kliennya bukan didasari dendam pribadi, melainkan bentuk perlindungan hukum terhadap tindakan yang dianggap tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat akademik.
Pembelaan dari Pihak Terlapor
Di sisi lain, kuasa hukum terlapor, Dr Suharyono M Hadiwiyono SH MH, menyatakan bahwa jalannya rekontruksi telah sesuai dengan keterangan kliennya, meskipun yang bersangkutan tidak hadir langsung dan hanya diperankan oleh aparat.
“Kami tidak ingin berspekulasi. Yang jelas rekontruksi ini mencerminkan versi klien kami sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya,” ujar Suharyono singkat.
Kasus ini menarik perhatian luas, tidak hanya di kalangan mahasiswa UMP, tetapi juga masyarakat umum. Banyak pihak menyayangkan jika benar terjadi penganiayaan dan ancaman terhadap mahasiswa hanya karena aktivitas organisasi internal kampus.
Para aktivis mahasiswa menilai bahwa kampus seharusnya menjadi ruang aman bagi pembinaan karakter dan kepemimpinan, bukan tempat yang menciptakan ketakutan dan tekanan.
Penyidik Polsek SU II masih melanjutkan proses penyusunan berkas perkara berdasarkan hasil rekontruksi. Jika unsur pidana dinilai terpenuhi, bukan tak mungkin kasus ini akan dilimpahkan ke Kejaksaan dan berlanjut ke meja hijau.
Untuk saat ini, publik menanti sikap resmi dari pihak kampus Universitas Muhammadiyah Palembang. Hingga berita ini diturunkan, pihak rektorat UMP belum memberikan pernyataan terbuka terkait posisi institusi terhadap kasus yang menimpa salah satu pejabat pentingnya tersebut. (Bd)