Beranda Palembang Kasus Fitrianti Agustinda Diprotes! Kuasa Hukum Tuding Ada Salah Prosedur di Kejaksaan

Kasus Fitrianti Agustinda Diprotes! Kuasa Hukum Tuding Ada Salah Prosedur di Kejaksaan

fhoto : Fitrianti Agustinda bersama kuasa hukum saat memenuhi panggilan kejaksaan beberapa waktu lalu/ist

Kuasa Hukum Fitrianti Agustinda Desak Penghentian Proses Hukum : “Ini Bukan Urusan Kejaksaan, Tapi Internal PMI!”

Palembang, bidiksumsel.com – Kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wakil Walikota Palembang, Fitrianti Agustinda, mendapat sorotan tajam dari tim kuasa hukumnya. Melalui pernyataan resmi yang disampaikan oleh Achmad Taufan dari ATS & Partners Law Firm, pihaknya menyatakan keberatan dan meminta perlindungan hukum kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung RI atas proses penanganan perkara yang dinilai janggal dan tidak sesuai dengan kewenangan hukum yang berlaku.

Kasus pengelolaan Biaya Pengganti Pengelolaan Darah (BPPD) ini dinilai telah melewati batas yurisdiksi kejaksaan, terutama karena BPPD bukan merupakan dana negara ataupun pemerintah, melainkan bersumber dari usaha Unit Pelaksana Teknis (UPT) Unit Donor Darah (UDD) PMI yang mandiri dan kebijakan pengelolaan dananya secara swakelola sesuai AD ART PMI BAB XXI pasal 95 tentang Unit Pelayanan Teknis. Sabtu, 26 April 2025.

Penegasan Jusuf Kalla : BPPD Bukan Dana Negara

Dalam upaya klarifikasi, tim kuasa hukum Fitrianti Agustinda telah melakukan pertemuan langsung dengan Ketua Umum PMI, Jusuf Kalla. Dalam pernyataan yang dikutip dari hasil pertemuan tersebut, Jusuf Kalla secara tegas menjelaskan bahwa :

  1. UDD PMI dikelola secara swakelola dan tidak menggunakan dana hibah dari APBN atau APBD.
  2. BPPD bukan dana negara, tetapi hasil pengelolaan mandiri organisasi PMI.
  3. PMI memiliki kewenangan penuh dalam mengaudit dan menindaklanjuti dugaan penyimpangan secara internal.
  4. Kejaksaan tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki dana internal PMI jika tidak terkait dana hibah negara.

Pernyataan ini menjadi dasar kuat bagi kuasa hukum untuk menyimpulkan bahwa penanganan kasus Fitrianti Agustinda telah melampaui batas kewenangan aparat penegak hukum, dan seharusnya menjadi ranah internal PMI.

Kuasa hukum juga menyoroti berbagai kejanggalan dalam penanganan kasus ini:

  • Pemanggilan tanpa transparansi, bahkan disebut-sebut telah muncul di media sosial sebelum klien mereka menerima surat resmi.
  • Pelanggaran kode etik dan asas praduga tak bersalah oleh penyidik, yang dinilai mempermalukan klien di ruang publik.
  • Perubahan fokus penyelidikan dari dana hibah menjadi BPPD, yang semestinya bukan kewenangan kejaksaan melainkan audit internal PMI.

“Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal menjaga marwah lembaga dan integritas proses hukum di negeri ini,” tegas Taufan.

PMI Palembang Raih Sertifikasi CPOB di Bawah Kepemimpinan Fitrianti Agustinda

Sebelumnya, Kuasa Hukum juga mengatakan, prestasi membanggakan diraih Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang di bawah kepemimpinan Fitrianti Agustinda. Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Palembang berhasil memperoleh Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), sebuah pengakuan resmi bahwa UTD tersebut telah memenuhi standar tinggi dalam proses pembuatan obat dan bahan obat.

Sertifikat CPOB merupakan bukti bahwa suatu lembaga atau industri farmasi telah melaksanakan praktik terbaik dalam produksi, mulai dari prosedur yang terstruktur, kontrol kualitas yang ketat, hingga sistem dokumentasi yang baik. Dengan capaian ini, UTD PMI Palembang menjadi satu-satunya di Sumatera Selatan yang berhasil memperoleh sertifikat CPOB.

“Ini membuktikan bahwa UTD PMI Palembang telah memenuhi seluruh persyaratan CPOB dalam pembuatan obat dan/atau bahan obat,” ujar Taufan dengan tegas.

Tanggapan Kuasa Hukum Fitrianti Agustinda Soal Proses Hukum

Di sisi lain, terkait dengan kasus hukum yang sedang dihadapi, kuasa hukum Fitrianti Agustinda menyatakan bahwa kliennya tetap tegar dan siap mengikuti seluruh proses hukum, meskipun banyak kejanggalan yang mereka soroti.

“Hari ini, klien kami tetap kuat menghadapi proses hukum, walaupun terdapat banyak sekali kejanggalan dalam perkara ini,” ungkap kuasa hukum.

Menurutnya, proses pemeriksaan yang dilakukan terhadap Fitrianti Agustinda dinilai janggal. Pemeriksaan yang semula sebagai saksi, menurut mereka, dengan cepat dinaikkan statusnya menjadi tersangka, disertai penahanan. Padahal, menurut kuasa hukum, Kejaksaan Negeri Palembang dalam rilis resminya tidak mampu menjelaskan secara rinci mengenai kerugian negara yang ditimbulkan.

“Sudah sangat jelas, klien kami awalnya diperiksa sebagai saksi, namun langsung dinaikkan statusnya menjadi tersangka dan ditahan. Padahal, dalam pres rilis kejaksaan, tidak dijelaskan kerugian negara yang terjadi,” tegasnya.

Kuasa hukum juga meminta dukungan moral dari seluruh masyarakat Palembang agar melihat perkara ini dengan hati nurani. Mereka mengingatkan bahwa Fitrianti Agustinda, yang merupakan mantan Wakil Wali Kota Palembang, telah banyak berjasa bagi kemajuan kota tersebut.

“Kami memohon doa dan dukungan dari seluruh masyarakat Palembang. Kami ingin semua pihak menilai dengan hati nurani, karena Bu Fitri adalah sosok yang sudah banyak berbuat untuk Kota Palembang,” ujarnya.

Lebih lanjut, pihaknya telah resmi mengajukan permohonan praperadilan terkait keberatan atas tindakan hukum yang dinilai tidak profesional tersebut.

“Kami sudah daftarkan secara resmi permohonan praperadilan. Harapan kami, majelis hakim yang menangani perkara ini dapat profesional, tegak lurus terhadap sumpah jabatannya, dan memberikan putusan seadil-adilnya berdasarkan fakta persidangan,” tambahnya.

Sebagai penutup, kuasa hukum menegaskan bahwa semua langkah yang ditempuh ini merupakan wujud dari komitmen mereka terhadap prinsip keadilan dan supremasi hukum.

“Ini kami sampaikan sebagai bentuk komitmen kami terhadap keadilan dan supremasi hukum. Kami berharap semua pihak menghormati asas praduga tak bersalah dan menjalankan proses hukum secara profesional dan transparan,” pungkasnya.

Permintaan Penghentian Kasus dan Evaluasi Penyidik

Dengan landasan hukum dan pernyataan dari Ketua Umum PMI, kuasa hukum meminta proses hukum terhadap Fitrianti Agustinda dihentikan, dan dikembalikan pada mekanisme internal PMI untuk evaluasi dan audit. Tak hanya itu, mereka juga mendesak agar Kejaksaan Agung melakukan pengawasan ketat terhadap penyidik yang menangani kasus ini, agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan dan pencemaran nama baik yang dapat merugikan klien mereka secara pribadi dan politis.

Dalam penutup pernyataannya, ATS & Partners Law Firm menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dan supremasi hukum. “Kami meminta semua pihak untuk menghormati asas praduga tak bersalah dan tidak menjadikan proses hukum sebagai alat pembunuhan karakter, apalagi terhadap seorang perempuan pemimpin yang telah mengabdi untuk masyarakat Palembang,” pungkas Achmad Taufan.

Kasus ini dipastikan akan terus menjadi perhatian publik, tidak hanya karena menyangkut nama besar seperti Fitrianti Agustinda dan Jusuf Kalla, tetapi juga karena menyentuh persoalan prinsipil tentang kewenangan hukum, otonomi lembaga sosial, dan keadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. (rd)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here