Home Palembang Sinergi Pemerintah dan Masyarakat terhadap Penanganan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH)

Sinergi Pemerintah dan Masyarakat terhadap Penanganan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH)

Pembimbing Kemasyarakatan Pertama Pada BAPAS Kelas I Palembang, Fazsa Zahara R.H, A.Md.IP, S.H, M.Si

Oleh : Pembimbing Kemasyarakatan Pertama Pada BAPAS Kelas I Palembang, Fazsa Zahara R.H, A.Md.IP, S.H, M.Si

Palembang, bidiksumsel.com – Menghadapi era globalisasi seperti sekarang, anak-anak dapat dengan leluasa mengetahui berbagai informasi dan tayangan melalui akses media.

Namun, tidak semua informasi dan tayangan yang terdapat dalam media massa baik cetak maupun elektronik sesuai dengan kriteria usia anak-anak, ditambah lagi lemahnya pengawasan orangtua sebagai filter utama bagi anak dikarenakan kesibukan orangtua yang bekerja untuk mencari nafkah dan lain sebagainya.

“Anak sering melihat tayangan-tayangan yang bukan sesuai dengan kategori usianya, maka hal tersebut dapat mengubah perilaku anak seperti orang dewasa atau tidak sesuai dengan perilaku anak pada umumnya. Seperti kasus yang terjadi beberapa bulan yang lalu, dimana Pembimbing Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang mendampingi Anak yang berhadapan dengan hukum berusia 14 tahun yang melakukan pencabulan terhadap 3 (tiga) orang anak berusia 4 tahun, 5 tahun, dan 6 tahun,” papar Fazsa Zahara R.H, A.Md.IP, S.H, M.Si Pembimbing Kemasyarakatan Pertama Pada BAPAS Kelas I Palembang. Minggu, (10/01)

kemudian lanjutnya, banyak Faktor penyebab bahwa Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) tersebut melakukan perilaku yang menyimpang terhadap anak dibawah umur dikarenakan sering melihat tayangan dewasa di media online melalui telepon seluler milik teman sepermainannya.

Faktor penyebab lainnya adalah lingkungan sosial yang kurang baik serta lemahnya pengawasan orangtua.

“Pengawasan yang dilakukan oleh orangtua, dalam hal ini peran pemerintah dan masyarakat juga harus lebih dimaksimalkan dalam rangka memfasilitasi pencegahan perilaku menyimpang pada anak-anak,” bebernya

Ia berharap, Kementerian Komunikasi dan Informasi bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus membuat tayangan di televisi dan media sosial yang mengandung unsur edukatif bagi anak-anak seusianya.

“Menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Kemudian Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana,” katanya

Sementara tambahnya, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Sumatera Selatan Wage berpendapat, bahwa dalam mengatasi meningkatnya Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), tidak terlepas dari peran orangtua, keluarga, dan masyarakat.

“Pemerintah sudah membantu memberikan program bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan lain sebagainya yang seharusnya bisa untuk meringankan sasaran keluarga miskin. Masyarakat juga dapat diberdayakan untuk peduli terhadap anak-anak yang ada di lingkungan masing-masing melalui Program Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat (PATBM) yang merupakan salah satu program pemberdayaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), meskipun hingga saat ini Program Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat (PATBM) tersebut belum berjalan secara maksimal dikarenakan sumber daya manusia yang masih terbatas,” Kata wage

Lebih lanjut, Peran serta masyarakat juga tertuang dalam Pasal 93 UU RI No .11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana masyarakat dapat berperan serta dalam perlindungan Anak mulai dari pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial Anak dengan berbagai cara.

“Menyampaikan laporan terjadinya pelanggaran hak Anak kepada pihak yang berwenang, Melakukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan Anak, Melakukan penelitian dan pendidikan mengenai Anak, Berpartisipasi dalam penyelesaian perkara Anak, berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi melalui organisasi kemasyarakatan,” ungkapnya

lanjut meneruskan, melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan perkara Anak, melakukan sosialisasi mengenai hak Anak serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Anak.

“Kemudian dukungan pemerintah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Pasal 105 UU RI No .11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, telah membangun LPKA dan LPAS di Provinsi Sumatera Selatan,” ujarnya

“Kemudian membangun Balai Pemasyarakatan di Kabupaten/Kota seperti Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang, Balai Pemasyarakatan Kelas II Lahat, Balai Pemasyarakatan Kelas II Muratara, dan Balai Pemasyarakatan Kelas II Oku Induk,” katanya

Semua unit pelaksana teknis tersebut, berperan serta dalam mewujudkan keadilan yang restoratif (Restorative Justice), yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi Anak.

“Dukungan juga dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial dan mitranya dalam membangun fasilitas untuk anak saksi dan korban dalam menangani perkara Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH),” sebutnya

lanjut harapnya, setelah semua pihak, baik itu di tingkat pemerintah maupun di lini masyarakat dapat bersinergi dalam mengatasi penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum.

“Semoga hal tersebut dapat meminimalisir kasus Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) serta membantu mengawasi tumbuh kembang Anak Indonesia sebagai aset penerus bangsa.” Pungkasnya (Ati)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here