Sumur Minyak Rakyat di Musi Banyuasin : Permasalahan Tak Kunjung Usai dan Harapan Akan Legalitas
Muba, bidiksumsel.com – Isu pengelolaan sumur minyak rakyat di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) terus menjadi polemik tanpa penyelesaian yang jelas. Bagi ribuan warga Muba, sumur-sumur minyak ilegal ini menjadi sumber penghidupan utama, namun hingga kini belum ada langkah konkret untuk memberikan status legalitas yang mereka dambakan.
Meski memiliki potensi besar bagi perekonomian masyarakat, sumur minyak ini justru menjadi ajang bagi pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan pribadi tanpa memperhatikan nasib para penambang rakyat yang menggantungkan hidup pada sumur-sumur tersebut.
Potensi minyak di wilayah Muba bukan hanya sekedar cerita, namun realitas yang bisa dioptimalkan untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat setempat. Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa perhatian dan dukungan dari berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah, masih minim.
Sumur-sumur minyak yang digarap warga secara mandiri ini belum mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, padahal masyarakat membutuhkan dukungan agar aktivitas mereka aman, baik bagi para penambang maupun lingkungan sekitar.
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Musi Banyuasin, Riyansyah Putra, S.H., CMSP, turut angkat bicara terkait polemik yang tak kunjung usai ini. Menurutnya, permasalahan terkait pengelolaan sumur minyak masyarakat di Muba sudah terjadi sejak lama dan sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai upaya legalisasi maupun solusi nyata yang bisa mengakomodir kebutuhan warga.
“Permasalahan sumur minyak ini bukan baru terjadi sekarang. Sudah lama berlangsung, namun pengelolaannya masih bersifat ilegal. Harus ada solusi nyata untuk melegalkan aktivitas ini agar masyarakat bisa bekerja dengan aman dan nyaman,” ungkap Riyan saat diwawancarai, Minggu (03/11/2024).
Menurut Riyan, meski sumur minyak yang dikelola oleh warga ini berstatus ilegal, namun ada potensi besar yang bisa digarap dan dikelola dengan baik jika pemerintah mau berperan aktif. Legalisasi menjadi jawaban yang diharapkan masyarakat agar mereka dapat mengelola sumber daya ini dengan aman dan tetap mengikuti aturan yang ada.
“Solusi terkait legalitas dan tata kelola sumur minyak masyarakat seharusnya menjadi prioritas, tapi kenyataannya hingga kini masih belum ada titik terang. Jika ada legalisasi, masyarakat bisa bekerja dengan tenang tanpa dihantui ketakutan akan sanksi,” ujarnya.
Sumur minyak rakyat ini mencakup banyak aspek perekonomian yang melibatkan berbagai pihak dan stakeholder, mulai dari pemerintah daerah, perusahaan minyak, hingga masyarakat penambang itu sendiri. Riyansyah berharap pemerintah lebih serius dalam memperhatikan nasib masyarakat penambang, bukan sekadar untuk kepentingan ekonomi daerah, namun juga demi memberikan perlindungan hukum dan keselamatan kerja bagi masyarakat.
Penutupan aktivitas pengeboran minyak rakyat tanpa adanya solusi alternatif kerap kali menjadi polemik yang memicu keresahan masyarakat. Banyak masyarakat Muba yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan ini. “Jika kegiatan ini ditutup begitu saja tanpa adanya solusi, maka masyarakat yang bergantung pada sumur minyak akan kehilangan mata pencaharian mereka. Padahal ribuan warga hidup dari sini,” jelas Riyan.
Riyan menegaskan bahwa ketidakjelasan status legalitas sumur minyak ini menimbulkan masalah bagi masyarakat yang sebenarnya hanya ingin bekerja untuk menghidupi keluarga mereka. Sebagai sumber ekonomi utama, penutupan sumur minyak tanpa adanya solusi sama saja dengan memutus mata pencaharian ribuan keluarga di Muba.
“Jika terus-menerus ditutup tanpa ada upaya untuk memberikan solusi jangka panjang, maka perlahan tapi pasti, sumber penghasilan masyarakat akan hilang. Ini tentu saja menjadi pertanyaan bagi pemerintah dan pihak terkait: di mana suara mereka yang selama ini menggaungkan legalisasi dan tata kelola sumur minyak masyarakat?” ungkapnya dengan penuh harap.
Lebih lanjut, Riyan menyampaikan pentingnya kolaborasi antar-pihak dalam menciptakan tata kelola sumur minyak yang baik. Pihak-pihak yang terlibat, mulai dari pemerintah daerah, aparat keamanan, hingga masyarakat penambang sendiri, perlu berperan aktif dalam membentuk sistem pengelolaan yang legal, aman, dan ramah lingkungan. Menurutnya, hal ini bisa menjadi jalan keluar agar potensi minyak di Muba bisa dimanfaatkan secara optimal tanpa mengorbankan keselamatan dan lingkungan.
Di Musi Banyuasin, jumlah sumur minyak rakyat mencapai ribuan, dan ini menjadi salah satu faktor utama yang perlu mendapatkan perhatian. Riyansyah mengatakan, “Jumlah sumur minyak di Muba ini tidak sedikit, mencapai ribuan. Ini adalah masalah besar yang memerlukan perhatian khusus. Semua pihak harus bersedia untuk berkolaborasi mencari solusi konkret tentang tata kelola sumur minyak ini. Jangan sampai yang terjadi justru hanya pihak-pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan sementara masyarakat menjadi korban,” tegasnya.
Saran untuk menciptakan tata kelola yang baik bisa meliputi regulasi yang lebih jelas mengenai izin pengeboran dan penambangan minyak oleh masyarakat, serta pengawasan ketat dari pihak berwenang. Pengawasan terhadap aspek keselamatan kerja dan keamanan lingkungan harus menjadi prioritas dalam sistem tata kelola ini.
Dengan statusnya yang belum legal, aktivitas pengeboran minyak rakyat ini juga menimbulkan kekhawatiran dari segi keamanan. Banyak sumur minyak yang tidak mengikuti standar keselamatan, sehingga risiko terjadinya kecelakaan dan kerusakan lingkungan meningkat. Oleh karena itu, Riyansyah mengharapkan adanya tindakan nyata dari pemerintah untuk memberikan pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat penambang. Hal ini diharapkan dapat menekan risiko kecelakaan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Sebagai Ketua IWO Muba, Riyan berharap pemerintah daerah Musi Banyuasin tidak tinggal diam terhadap permasalahan ini. Dengan hadirnya regulasi yang jelas dan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, sumur minyak rakyat ini dapat dikelola secara profesional dan aman. “Pemerintah harus hadir di tengah-tengah masyarakat, memberikan pembinaan, dan tidak hanya fokus pada keuntungan dari sumber daya alam, namun juga pada kesejahteraan warga yang mengelola sumur-sumur minyak ini,” pungkasnya.
Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh aparat juga perlu ditingkatkan untuk mencegah penyalahgunaan sumber daya ini oleh oknum-oknum yang hanya mencari keuntungan. Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut, maka yang rugi bukan hanya masyarakat Muba, namun juga pemerintah yang kehilangan potensi pendapatan dari pengelolaan minyak yang tepat.
Legalitas dan tata kelola sumur minyak rakyat di Musi Banyuasin menjadi isu yang perlu perhatian serius. Dalam jangka panjang, jika pengelolaan sumur minyak rakyat ini tidak mendapatkan regulasi yang jelas, masyarakat Muba akan terus mengalami ketidakpastian ekonomi dan rentan terhadap risiko keamanan dan lingkungan.
Dengan potensi alam yang besar, pemerintah dan masyarakat Muba diharapkan dapat bersinergi menciptakan solusi jangka panjang yang tidak hanya memberikan manfaat ekonomi namun juga menjaga lingkungan. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta untuk memastikan bahwa potensi minyak di Muba bisa dikelola secara aman, legal, dan berkelanjutan. (ari)