GREAT Giant Foods (GGF) memiliki reputasi kelas dunia, sebagai perusahaan hadir tak hanya bicara produk semata. Tapi lebih dari itu, mampu memberikan produk berkualitas bagi konsumennya, melalui proses ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainability).
Kemampuan dan kesempatan dalam menonjolkan keunggulan komparatif (comparative advantage) memberikan nilai plus yang berbeda dengan pesaingnya yang tidak melakukan kegiatan sosial terhadap lingkungan.
Dalam mengembangkan bisnis usaha, GGF mempunyai cara terbaik untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Bagai dua sisi mata uang yang terpisah tapi sejalan; produk berkualitas serta mengembangkan opportunity berkelanjutan, menjadi komitmen perusahaan.
Tentu ini tak mudah, karena banyak ‘pengorbanan’ dan komitmen yang kuat mulai dari top manajer hingga karyawan secara konsisten terus menerus.
Kemampuan GGF sebagai perusahaan dibuktikan Arief Fatullah, Senior Manager Sustainability Great Giant Foods, dalam paparannya yang cukup panjang bagaimana GGF mencapai tujuan bisnisnya.
Arief dengan gamblang memaparkan GGF mampu meningkatkan nilai jangka panjang serta performa bisnis dalam mengimplementasikan nilai ekonomi dan lingkungan sebagai strategi bisnis.
Konsep circular ekonomi yang dikembangkan GGF adalah sebuah sistem ekonomi membangun dengan memanfaatkan kembali apa yang telah digunakan di awal. Hasilnya, tidak ada bagian yang terputus dalam manajemen rantai pasokan.
Adapun tujuan dari ekonomi sirkular yakni mempertahankan nilai sebuah produk agar bisa digunakan berulang-ulang tanpa menghasilkan sampah yang memang sangat kompleks.
Fundamental inilah yang menjadi inspirasi bagi GGF untuk menciptakan circular model bisnis melalui tiga pilar keberlanjutan GGF. Apa itu, pertama Great Live yakni arahnya dari sisi bisnis yang bertanggungjawab menyediakan produk bernutrisi. Sekaligus mendorong masyakakat menjalani hidup sehat.
Kedua, Great People memberdayakan aset karyawan sebagai agen/ambassador menciptakan produk berkualitas. Tidak menutup kemungkinan komuniti disekitar perusahaan juga dilibatkan. Bagaimana mendorong stakeholder berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing dalam bisnis GGF.
Dan Ketiga Great World, menjaga lingkungan karena dibidang agrikultur sangat tergantug alam dan kebaikan alam bisa terus terjaga serta memberi benefit dalam waktu cukup lama.
‘’Sejak awal beroperasional GGF sudah mengadopsi model circular economy. Apa yang dilakukan oleh perusahaan, tentu hal ini menjadi sebuah opportunity bisnis. Karena model circular bisnis yang diciptakan dari kebun,’’ ujar Arief Fatullah.
Diuraikan Arif, melalui visinya GGF ingin menutrisi konsumen dengan makanan yang berkualitas dengan cara inovatif. GGF sendiri setiap bulan menghasilkan 209.402 ton biomas yang bisa menjadi limbah. Artinya, jika tidak dikelola bisa menjadi masalah besar bagi perusahaan.
Sebaliknya, apa yang dilakukan perusahaan menjadi opportunity. Arif memberi contoh pada produk nanas, GGF tak hanya berhenti di produk fresh tapi produk lanjutan.
Dari kebun, nanas terdiri mahkota, buah, daun pohon. Ketika dipanen, mahkotanya akan balik lagi ke kebun untuk menjadi bibit. Buahnya masuk pabrik pengalengan, batang nanas akan diproses masuk pabrik promilin enzim, daun-daunnya kembali ke lahan untuk proses menjadi biomass yaitu energi bahan bakar yang didapatkan dari sumber alami yang dapat diperbarui.
Limbah yang dihasilkan dari kulit nanas dan singkong tidak buang kulitnya tapi masuk ke Great Giant Livestock yakni kandang sapi dijadikan pakan ternak sapi.
Sementara peternakan sapi menghasilkan susu, daging sementara limbah yang dihasilkan yakni kotoran sapi nantinya masuk unit composting menjadi kompos dan kembali ke kebun menjadi pupuk.
Untuk limbah cair dari pabrik tapioka dan nanas akan masuk ke reaktor biogass akan menghasilkan ditransfer ke powerplan pabrik tapioka sebagai sumber energi. ‘’Dengan system ini kami pastikan tidak ada sisa limbah,’’ tegas Arief.
Limbah cair dari proses pabrik nanas dan tapioka semua di alirkan ke reaktor biogas akan menghasilkan energi dimanfaatkan oleh powerplan. Ada limbah air yang tersisa dari biogas (effluence) Masuk ke dalam WWTF dan balik lagi ke kebun untuk menyiram tanaman.
Lebih jauh Arif menjelaskan, GGF sendiri mempunyai kebun yang luas, prosesnya juga sama menerapkan circular model yang lebih pendek untuk menjaga kesuburan lahan. Ada sistem rotasi tanaman untuk memastikan circularity (sistem melingkar) di lahan.
Salah satunya lahan bambu digunakan untuk konservasi sumber daya air, jika sudah saatnya harus ditebang digunakan untuk penyangga pohon pisang dan sebagian lagi jadi kompos.
Dalam pengelolaan sumber daya air ada Waterservoar berfungsi saat musim hujan sebagai resapan air. Dimusim kemarau untuk menyiram tanaman sehingga meminimalisir penggunaan sumur dalam.
Untuk limbah cair yang keluar tidak dibuang tapi dimasukkan ke dalam WWT Font kemudian diproses dan balik lagi ke kebun untuk menyiram tanaman, sehingga tak ada air yang terbuang.
GGF sadar bahwa limbah anorganik seperti plastik dan netfoam bekas packing dan drum bekas pupuk. Penggunaan plastik dan lainnya seperti drum bekas akan di recycle digunakan kembali untuk packing kemasan produk yang akan dipasarkan.
Untuk limbah tertentu harus dikolaborasikan dengan pihak lain. Contohnya, sisa pisang dan koktil seperti cacahan pepaya, jambu juga banyak tidak termanfaatkan.
‘’Kita manfaatkan untuk pakan ternak mitra sapi connecting dengan kelompok masyarakat yang memproduksi magot akan dikembangkan lagi sebagai pakan ayam dan ikan atau bebek,’’ ujar Arief.
Sehingga petani diuntungkan, biasanya membeli pelet untuk pakan ikan 400 Kg/3 bulan dengan memproduksi magot salah satu setengah bulan bisa menghasilkan untuk pengganti pelet.
Konsep sustainabilty dan circular economic yang dikembangkan GGF mendapat dukungan dari pengamat tata kelola perusahaan dan ekologi, Jalal.
Jalal menjelaskan, perusahaan produsen konsumen sudah melakukan upaya untuk menghasilkan produk dan kemasan yang ramah lingkungan.
Tujuannya tidak hanya menambah keuntungan melalui efisiensi dalam bahan baku dan proses produksi sekaligus membaca peluang bagi produk sampingan yang sebelumnya dianggap sebagai limbah. Tentu juga ada tujuan untuk ikut mewujudkan lingkungan sekitar yang bersih, bebas limbah.
Circular model sudah diciptakan sejak awal, produksi sudah didesain tanpa sampah organik maupun anorganik karena memang alam tidak pernah ada sampah.
Menurut Jalal sejak awal 2020, Pemerintah Indonesia sudah mengadopsi konsep circular economic dan harus diikuti oleh perusahaan. Dan pertengahan awal 2020, aturan pengadaan tentang ramah lingkungan sudah dibuat.
‘’Forum terbesar economic circular ke-4 di Indonesia akan digelar Juli 2021, dan ini bisa menjadi panggung yang sangat penting untuk menunjukkan bahwa GGF sangat serius dalam economic circular,’’ tegas Jalal.
Sebagai penutup, reputasi GGF sebagai perusahaan sudah teruji dan unggul. Karena konsep transparansi dan sistem keberlanjutan menjadi keunggulan komparatif perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya alam dan menggandeng stakeholder merupakan cara terbaik untuk membangun kepercayaan masyarakat.
Karena dengan menjaga lingkungan sekitar, justru akan melestarikan eksistensi perusahaan agar tetap berkiprah dengan hasil produknya. Tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat secara membanggakan, berlanjut melewati lorong waktu hingga masa-masa mendatang. (***)
Tulisan ini juga dimuat dengan judul dan tulisan yang sama di matapublik.co dan suarakonsumen.co.id