Palembang, bidiksumsel.com – Perkara sengketa Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menghadirkan Hengky Yohanes, seorang wartawan berpengalaman, dalam sidang pertama yang dijadwalkan untuk pemeriksaan awal. Sidang ini digelar pada Jum’at, 26 April 2024, di sekretariat Komisi Informasi (KI) Sumatera Selatan.
Informasi awal yang diperoleh dari undangan yang diterima oleh pihak pemohon pada Senin, 22 April 2024, mengindikasikan kehadiran tiga dari lima orang yang diundang, termasuk Sekretaris Daerah (Sekda) Pali dan dua kepala desa dari Pali.
Hengky Yohanes mengungkapkan bahwa dia telah mengajukan permohonan kepada Komisi Informasi Sumsel terkait sengketa permohonan informasi kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kabupaten serta atasan PPID Desa.
“Dalam permohonan kami kepada Komisi Informasi Sumsel, kami menghadapi beberapa sengketa, di antaranya termohonnya adalah Sekretaris Daerah dan lima desa lainnya,” ungkap Hengky.
Dia menjelaskan bahwa sengketa ini muncul karena kesulitan dalam memperoleh informasi yang diperlukan dari pihak terkait.
“Saya sebagai wartawan saja mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi, apalagi masyarakat umum yang menginginkan keterbukaan informasi publik. Ini bisa menjadi salah satu penghambat bagi pekerjaan kita sebagai jurnalis,” ujar Hengky.
Hengky menambahkan bahwa sengketa yang diajukan bukanlah sengketa yang diajukan ke pengadilan, melainkan bersifat mediasi. Namun, tidak menutup kemungkinan masalah ini akan berlanjut ke ranah pidana pers sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999, yang melarang menghalangi tugas wartawan.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada pagi Jum’at, Sekda Pali selaku salah satu termohon dalam sidang belum memberikan penjelasan apa pun. Bahkan, hingga berita ini diterbitkan, pesan WhatsApp dari tim media ini belum direspon oleh Sekda.
Menyikapi hal ini, Ketua Dewan Pers Pro Jurnalis Media Siber (PJS) Kabupaten PALI, Eddi Saputra, C.IJ, mengecam tindakan yang dilakukan oleh termohon, yang merupakan pejabat publik. Eddi Saputra mengatakan bahwa pejabat pemerintah seharusnya tidak sampai terlibat dalam sengketa terkait permohonan informasi. Menurutnya, informasi yang diminta oleh wartawan tidak seharusnya dikecualikan menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Sebagai pejabat pemerintah, dalam hal ini termohon dalam sidang, seharusnya merasa malu sampai harus terlibat dalam sengketa terkait KIP. Apa yang perlu disembunyikan? Informasi yang diminta bukanlah rahasia, dan itu harus diketahui oleh publik. Pejabat publik pasti mengetahui isi dari UU Nomor 14 Tahun 2008, Pasal 1 Badan Publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, kecuali informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan,” ujar Eddi Saputra dalam komentarnya.
Dengan tegas, Ketua Dewan Pers Pro Jurnalis Media Siber (PJS) PALI menegaskan bahwa ada sanksi hukum bagi pejabat publik yang melanggar UU KIP.
“Saya ingin mengingatkan bahwa ada sanksi, ancaman pidana bagi pimpinan badan pemerintah yang melanggar UU KIP diatur dalam Pasal 52 UU No 14 Tahun 2008. Menurut pasal tersebut, badan publik yang sengaja tidak menyediakan informasi akan dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda Rp 5 juta.”
Menurut Eddi Saputra, masyarakat berhak mendapatkan informasi sesuai dengan UU tersebut. “Kalau permintaan informasi tersebut diabaikan dan ditolak, kemudian melalui proses mediasi tetap tidak ada keterbukaan, bisa dituntut,” jelasnya.
Dia menekankan bahwa UU KIP menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi. “Jika akses informasinya dihambat tanpa kecuali, itu bisa dilaporkan langsung ke KIP pusat maupun KIP daerah.”
Informasi di badan publik dibagi menjadi dua jenis, yaitu informasi yang dikecualikan dan informasi terbuka. Informasi yang dikecualikan diatur dalam Pasal 17 UU KIP, sedangkan informasi terbuka mencakup segala hal yang tidak termasuk dalam ketentuan tersebut.
“Jika masyarakat meminta informasi tentang APBD, itu bukanlah informasi yang dikecualikan menurut Pasal 17. Oleh karena itu, permintaan tersebut harus dipenuhi,” tegas Eddi. (red)